Urusan Nyali KPK dalam Berantas Korupsi Menjadi Persoalan

Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai KPK kurang berani dalam memerangi korupsi di Indonesia selama lima tahun terakhir. Kritik ini muncul seiring dengan berbagai kasus etik yang melibatkan pimpinan KPK, menyebabkan kekhawatiran akan kurangnya teladan dan sinergi di antara mereka.

Kritik Dewan Pengawas KPK

• Kesulitan Memberikan Teladan: Dewas KPK, diwakili oleh Syamsuddin Haris, mencatat bahwa pimpinan KPK belum mampu memberikan teladan, terutama dalam hal integritas. Kasus ketidakkonsistenan dan perbedaan keterangan antar pimpinan mengindikasikan kurangnya sinergi.

• Kurangnya Nyali: Tersebut dalam kinerja KPK disoroti juga oleh Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) yang menyebut nyali KPK sangat kecil, terutama dalam penanganan kasus seperti yang melibatkan anggota DPR.

• Faktor-faktor Pembatas: Kekhawatiran akan kurangnya langkah tegas dalam menindak koruptor disebabkan oleh ketakutan akibat kurangnya independensi, riwayat kontroversi, dan terbentur dengan agenda masing-masing.

Tanggapan Pimpinan KPK

• Respons Kritik: Sejumlah pimpinan KPK menanggapi kritik Dewas dengan menyatakan bahwa penilaian tersebut seakan seperti komentar penonton sepakbola yang seolah lebih pandai bermain. Mereka menekankan perlunya keputusan berdasarkan hukum dan menampik tuduhan kurangnya nyali.

• Pembenaran Tindakan: Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menegaskan bahwa penanganan tindak pidana korupsi harus didasarkan pada hukum, bukan sekadar nyali semata. Ia menyanggah pandangan bahwa keputusan KPK terkait kasus korupsi tak berdasar pada keberanian.